Khamis, 19 November 2015

Kisah Ajaib Doktor Yahudi yang Buka Klinik di Zaman Nabi Muhammad

Pada suatu hari, Nabi Muhammad  kedatangan tamu seorang doktor Yahudi yang datang dari Palestin. Ia minta izin untuk buka klinik di kota Madinah. Nabi Muhammad pun mengizinkan. doktor Yahudi itupun mulai buka klinik. Tapi, satu bulan kemudian ia kembali datang menemui Nabi Muhammad, kali ini untuk izin pulang ke negerinya.

Nabi Muhammad pun tak dapat menyembunyikan keheranannya. “Kenapa Anda begitu cepat meninggalkan kota ini, apa ada yang kurang menyenangkan di sini?,’’ tanya Nabi Muhammad. “Tidak, Tuan. Semuanya baik-baik saja. Bahkan penduduk kota ini sungguh sangat menyenangkan,” balas si doktor.“Lalu, apa yang menjadi masalahnya?,” desak Nabi Muhammad.

Si doktor berterus terang, bahwa ia ingin cepat pulang ke negerinya karana selama satu bulan buka klinik di Madinah tak satu pun warga kota yang datang untuk berubat padanya. Padahal, di negerinya ia termasuk doktor pakar yang terkenal dan banyak pelangannya.

Kemudian ia melanjutkan ceritanya. “Karena penasaran, saya pun berkeliling kota masuk kampung keluar kampung untuk mencari pelangan yang sakit. Tapi, tak satu pun saya jumpai orang sakit untuk saya ubati. Saya merasa heran, seluruh warga kota dalam keadaan sihat wa'afiat. Belum pernah saya dapati kota dengan seluruh penduduknya yang sihat seperti di kota Madinah ini,” ujarnya panjang lebar.

“Lalu, saya bertanya kepada penduduk yang saya jumpai, apa rahasianya sehingga mereka hidup hampir sihat sempurna?” lanjut si doktor. “Lantas, apa jawaban mereka?,” Tanya Nabi Muhammad. Mereka menjawab: “Kami adalah kaum yang tidak (akan) makan sebelum datang lapar. Dan apabila kami makan, tidak (sampai) kekenyangan. Begitulah jawab mereka, Tuan,” jelas si doktor Yahudi itu kepada Nabi Muhammad.

Mendengar cerita doktor tersebut, Nabi Muhammad mengulas, “Sungguh benar apa yang mereka katakan kepada tuan,” ujar Nabi Muhammad lalu bersabda, “Lambung manusia itu tempatnya segala penyakit, sedangkan pencegahan itu pokok dari segala pengubatan”. (HR. Ad-Dailami).

Berdasarkan dari cerita ajaib doktor Yahudi di atas dapat kita simpulkan, bahawa kaum Muslimin pada masa awal berkembangnya agama Islam adalah satu kaum (umat) yang amat disiplin dalam mempraktikkan cara hidup sederhana.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud rodhiyallahu ‘anhu bahawa, “Kami adalah kaum yang tidak (akan) makan kecuali lapar, dan apabila makan tidak akan (sampai) kekenyangan”. Hal ini menggambarkan sikap hidup umat Islam yang sangat berhati-hati dalam soal pengendalian perut.

Meskipun mereka hidup berkecukupan, mereka tidak menjadi rakus dan selalu menjalani pola hidup sederhana seperti yang diajarkan dan dicontohkan Nabi Muhammad. Hal itu membuat mereka mampu mengendalikan perut dengan menghindari sifat rakus atau ingin menikmati segalanya.

Mereka yakin bahwa tanpa tanpa kendali, perut atau lambung dapat menjadi tempatnya segala penyakit baik yang bersifat  fizikal maupun non fizikal. Yang bersifat fizikal adalah segala bentuk penyakit yang dapat dideteksi secara medis seperti diare, disentri, kolera, maag, dan penyakit perut lainnya.


Sedangkan yang bersifat non fizikal adalah segala bentuk penyakit kejiwaan yang tidak dapat dideteksi secara medis, seperti tamak, rakus, serakah, konsumtif, materialistis, dsb, dimana penyakit tersebut hanya bisa diobati dengan cara mengingat Allah (dzikir) dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya (taqarrub ilallah). Allah SWT berfirman,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-A’raaf 7 : 31). [zdn/At-Thibun Natura Holistic]